Blog & Tips – , Jakarta – Isu keselamatan di jalan raya kembali menjadi sorotan serius setelah PT Jasa Marga Tbk. mengungkapkan data mengejutkan. Sejak awal tahun hingga saat ini, sebanyak 406 kasus kecelakaan lalu lintas telah tercatat, dengan 95 di antaranya secara spesifik disebabkan oleh truk yang membawa muatan berlebih atau over dimension over loading (ODOL).
Direktur Utama Jasa Marga, Rivan Achmad Purwantono, dalam konferensi pers di Habitate Jakarta pada Kamis, 26 Juni 2025, menyoroti bahwa faktor utama pemicu insiden tersebut adalah kelalaian pengemudi. Kurangnya antisipasi dan kondisi mengantuk mendominasi penyebab kecelakaan, mengindikasikan masih banyak sopir yang abai terhadap keselamatan diri sendiri maupun pengguna jalan lainnya. “Ini menjadi perhatian kita semua, terutama dampaknya untuk keselamatan,” tegas Rivan, menggarisbawahi urgensi masalah ini.
Menanggapi argumen para pengemudi truk yang kerap menyalahkan kemiringan jalan sebagai penyebab kecelakaan, Rivan dengan tegas membantah klaim tersebut. Ia menjelaskan bahwa truk yang memenuhi standar teknis dan tidak membawa muatan berlebih akan selalu mampu dikendalikan, bahkan saat pengereman. “Sepanjang truk itu memenuhi syarat, pasti masih bisa mengerem,” ujarnya, sembari menambahkan bahwa kemiringan jalan tol di Indonesia masih berada dalam batas wajar, yaitu sekitar 3-4 derajat. Hal ini memperkuat bahwa masalah utama bukanlah infrastruktur jalan, melainkan praktik muatan berlebih yang berbahaya.
Melihat maraknya insiden yang diakibatkan oleh truk ODOL, Rivan menyampaikan keprihatinan mendalam. Ia menekankan bahwa jalan raya seharusnya menjadi jalur yang aman bagi semua pengguna, bukan tempat yang mengancam nyawa. “Jalan bukan area untuk membunuh,” ucapnya, menyerukan kesadaran kolektif terhadap bahaya ini.
Aturan Masih Mandek
Senada dengan kekhawatiran Jasa Marga, Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi dalam kesempatan yang sama mengungkapkan fakta ironis. Regulasi ketat mengenai kendaraan overloading sebenarnya telah ada sejak 16 tahun silam, termaktub dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Namun, implementasinya terganjal dan mandek hingga kini, terutama akibat penolakan keras dari kalangan pengemudi truk dan pelaku usaha. “Tapi tak terlaksana, bahkan hingga 16 tahun,” sesal Dudy.
Dudy sangat menyayangkan penegakan aturan yang belum berjalan optimal ini. Ia memahami alasan para pengusaha dan sopir truk yang kerap berdalih soal dampak ekonomi sebagai pembenaran untuk membawa muatan melebihi batas dan tidak sesuai aturan. Namun, ia mengingatkan bahwa truk ODOL memiliki kontribusi besar terhadap tingginya angka kematian di jalan raya. “Tercatat sebanyak 6.000-an orang meninggal dunia akibat kehadiran truk ODOL di jalan raya,” ungkapnya. Menurut Dudy, satu nyawa saja sudah terlalu banyak untuk dikorbankan, apalagi ribuan. Selain korban jiwa, dampak negatif truk ODOL juga merugikan infrastruktur publik secara signifikan. “Belum lagi akibat kerusakan jalan karena truk ODOL,” pungkas Dudy Purwagandhi, menggarisbawahi kerugian ganda yang ditimbulkan oleh praktik berbahaya ini.
Pilihan Editor: Startup Pertanian Bangkrut karena Ingin Cepat Untung