Tragedi Mutilasi Padang Pariaman: Ibu Korban Minta Jenazah Anaknya Dimakamkan

Tragedi Mutilasi Padang Pariaman: Ibu Korban Minta Jenazah Anaknya Dimakamkan

Kasus Mutilasi di Padang Pariaman: Femisida yang Mengguncang Sumatra Barat

Sumatra Barat berduka. Kasus mutilasi yang terjadi di Padang Pariaman telah menggemparkan warga setempat. Sisa-sisa tubuh korban ditemukan di lokasi dan waktu yang berbeda, menambah kesedihan dan ketakutan. Tersangka, Satria Juhanda alias Wanda (25 tahun), kini dihadapkan pada tuduhan pembunuhan berantai yang mengerikan. Polisi mengklaim Wanda bukan hanya pelaku mutilasi ini, tetapi juga bertanggung jawab atas kematian pacarnya dan seorang perempuan lain yang dilaporkan hilang pada awal tahun 2024. Keluarga korban menuntut hukuman setimpal bagi pelaku keji ini.

Aktivis perempuan di Sumatra Barat dan seorang komisioner Komnas Perempuan mengategorikan kasus ini sebagai femisida—bentuk kekerasan berbasis gender yang paling ekstrem dan brutal. Mereka mendesak agar proses hukum terhadap Wanda dipisahkan dari kasus pembunuhan biasa, mengingat faktor gender yang dominan dalam kejahatan ini.

“Potongan tubuh itu adalah anak saya”

Wenni (54 tahun), ibunda Septia Ananda (25 tahun) atau Nanda, hanya mampu terduduk lemas di kursi rumahnya. Tangisnya sesekali pecah, menangisi kepergian putri semata wayangnya yang ditemukan meninggal dengan tubuh yang dimutilasi di Sungai Batang Anai pada Selasa (17/6). Suaminya, Dasrizal (58 tahun), seorang sopir, tampak putus asa di luar rumah, duduk tertunduk di bawah tenda biru. “Kalau bisa saya yang mengeksekusinya [tersangka]. Kalau dihukum saya siap… Kalau enggak bisa, hukum mati saja,” ucapnya lirih kepada wartawan BBC News Indonesia, Jumat (20/6), air mata membasahi pipinya. Keinginan terbesarnya saat ini adalah segera memakamkan putrinya dengan layak, meskipun jenazah Nanda masih berada di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumbar untuk keperluan penyelidikan.

Dasrizal menceritakan Nanda menghilang sejak Minggu (15/6) malam. Pagi harinya, Nanda masih berada di rumah, bahkan sempat ikut serta dengan orang tuanya ke pesta pernikahan. Setelah acara, Nanda berencana mengunjungi tantenya di Kota Pariaman, tetapi terlebih dahulu meminta izin ibunya untuk “pergi sebentar” menemui temannya. Namun, Nanda tak kunjung kembali. Pencarian Dasrizal ke teman-teman Nanda tak membuahkan hasil hingga akhirnya ia menerima kabar mengejutkan dari polisi pada Rabu (18/6): potongan tubuh yang ditemukan adalah putrinya. Ia mengenali Nanda dari hidung, gigi, dan kakinya.

Harapan Keluarga dan Keraguan akan Motif

Dasrizal berharap jenazah putrinya segera dilepas dari Rumah Sakit Bhayangkara untuk dimakamkan. Polisi menyatakan jenazah baru bisa diambil setelah autopsi selesai, diperkirakan 15 hari kemudian. Dasrizal menggambarkan Nanda sebagai pribadi yang tertutup dan jarang bercerita. Ia juga mengaku putrinya jarang keluar rumah dan tidak pernah terlihat membawa pria pulang. Meskipun polisi menyatakan motif pembunuhan terkait utang Rp3,5 juta, Dasrizal meragukannya. “Kalau memang karena utang, kenapa dia tidak mengambil handphone anak saya atau sepeda motor yang digunakan oleh anak saya saja?” tanyanya. Ironisnya, sepeda motor dan ponsel korban ditemukan tidak jauh dari lokasi penemuan potongan jenazah.

Hasil Penyelidikan Mutilasi di Padang Pariaman

Kapolres Padang Pariaman, AKBP Faisol Amir, menjelaskan kasus ini terungkap berawal dari penemuan potongan tubuh di Sungai Batang Anai pada Selasa (17/6). Penemuan potongan kepala, kaki, dan tangan kiri di lokasi terpisah keesokan harinya semakin menguatkan dugaan pembunuhan. Setelah mengidentifikasi korban, polisi langsung menyelidiki orang-orang terdekatnya dan menangkap tersangka, SJ, pada Kamis (19/6) dini hari. Awalnya, tersangka menyangkal, namun akhirnya mengakui perbuatannya. Polisi menyatakan motif pembunuhan adalah masalah utang Rp3,5 juta.

Pengungkapan Kasus Pembunuhan Lainnya

Interogasi mendalam terhadap Wanda mengungkap fakta mengejutkan. Ia mengaku juga membunuh dua mahasiswi, pacarnya dan temannya, dan membuang jasad mereka ke dalam sumur. Polisi menemukan tengkorak kepala di sumur yang diduga milik Siska Oktavia Rusdi (Cika) dan Adek Gustiana (Adek), yang dilaporkan hilang pada Januari 2024. Wanda membunuh Cika karena cemburu, sementara Adek dituduh mendukung kedekatan Cika dengan pria lain saat KKN. Kasat Reskrim Polres Padang Pariaman, Iptu AA Reggy, menyatakan penyelidikan masih berlanjut, termasuk pencarian empat potongan tubuh Septia Ananda yang masih hilang dan kemungkinan adanya korban serta tersangka lain.

“Ini Kasus Femisida”

Yefrina Heriani, Pendiri Yayasan Nurani Perempuan, dan Chatarina Pancer Istiyani, Komisioner Komnas Perempuan, sepakat mengklasifikasikan kasus ini sebagai femisida. Mereka menekankan adanya kebencian, cemburu, dan ideologi patriarki sebagai pendorong pembunuhan tersebut. Femisida, menurut PBB dan ILRC, adalah pembunuhan terhadap perempuan yang didorong kebencian, dendam, atau pandangan misoginis yang menganggap perempuan sebagai objek kepemilikan. Komnas Perempuan mencatat peningkatan kasus femisida di Indonesia, mencapai 290 kasus (Oktober 2023-Oktober 2024), meningkat hampir 30% dari tahun sebelumnya. Mereka menyerukan agar kasus femisida dihukum lebih berat, meskipun regulasi yang spesifik belum tersedia.



Baca juga:

  • Dua perempuan di sebuah kafe di Sumatra Barat ditelanjangi dan diceburkan ke laut, ‘tindakan merendahkan martabat perempuan dan tidak manusiawi’
  • Belasan santri diduga jadi korban kekerasan seksual pimpinan pesantren di Sumenep – Doktrin agama membuat korban tak berdaya
  • Kerusuhan Mei 1998: ‘26 tahun masalah kekerasan seksual terhadap perempuan Indonesia disangkal’
  • Anggota TNI AU bakar istri di Papua – Mengapa kasus kekerasan terhadap perempuan di Papua jarang mencuat ke permukaan?
  • Kasus suami tikam istri hingga tewas saat siaran langsung karaoke – Apa motifnya dan mengapa disebut ‘femisida’?
  • Hari Perempuan Internasional 2018: Inses, kekerasan dunia maya, dan pembunuhan perempuan
  • Pembunuhan dan pemerkosaan perempuan penjual gorengan di Sumbar – ‘Tidak dimaafkan, kami harap pelaku dihukum seberat-beratnya’