Thames London: Menggapai Mimpi Masa Kecil di Sungai Ikonik

Thames London: Menggapai Mimpi Masa Kecil di Sungai Ikonik

“Gimana kalau minggu depan terbang ke London?” tanya suami saya dari seberang telepon, sebuah pertanyaan yang sontak membangkitkan kenangan dan impian lama. Sejak kecil, London, ibu kota Inggris dan Britania Raya yang indah ini, selalu menjadi kota impian saya. Mungkin karena dahulu ayah sering membawa pulang cokelat Cadbury dari tugas luar atau oleh-oleh dari rekan-rekannya, yang secara tidak langsung menanamkan benih kekaguman terhadap negeri asal kudapan manis itu.

“Oke, nanti akan ditanyakan pada putri kita,” jawab saya, disambut tawa kecil suami. Jika melihat beberapa tahun ke belakang, setiap liburan sekolah selalu kami rencanakan jauh-jauh hari demi menghindari padatnya pesawat dan hotel. Namun, sejak putri kami memasuki usia remaja, pola liburan kami berubah drastis; kini sering kali dilakukan secara spontan.

Seperti yang sudah kami duga, putri kami menyetujui tujuan liburan yang tiba-tiba ini. Saya pun segera mulai mencari penginapan dan mendiskusikannya dengan suami. Kriteria kami jelas: lokasi harus berada di tengah kota, mudah dijangkau dengan berjalan kaki ke berbagai titik penting yang ingin kami kunjungi, serta dekat dengan halte bus dan stasiun kereta api. Beruntung, karena belum memasuki masa liburan panjang, tidak ada kesulitan berarti dalam mencari hotel yang sesuai.

Waktu itu adalah masa liburan sekolah dua minggu yang disebut Pfingstferien atau liburan Pentakosta di beberapa negara bagian Jerman. Perlu dicatat, liburan ini tidak berlaku di seluruh negara bagian; sebagian hanya libur pada hari Senin (Pfingstmontag), sebagai hari libur kedua Hari Raya Pentakosta. Hal ini turut berkontribusi pada kemudahan kami dalam mendapatkan akomodasi dan penerbangan tanpa perlu berebut.

Tak lama kemudian, sebuah pertanyaan mengejutkan datang dari putri kami: “Ma, boleh tidak Claire (nama samaran) ikut menginap dengan kita di London?” Saya sontak tertawa mendengar pertanyaan ini, karena sebetulnya, pada saat yang sama saya juga berencana menawari temannya itu untuk bergabung dan menginap bersama kami. Claire adalah siswa pertukaran dari Inggris yang pernah tinggal sementara di rumah kami selama masa pertukaran pelajar di Jerman. Sebaliknya, putri saya juga pernah tinggal di rumah Claire di Yorkshire. Saya yakin, liburan akan jauh lebih menyenangkan bagi kedua gadis muda ini jika mereka bisa jalan-jalan bersama. Tidak terasa, waktu sudah berlalu dua tahun sejak Claire berada di Jerman.

ETA Inggris Setelah Brexit

Keluarnya Britania Raya dari Uni Eropa, atau yang dikenal dengan Brexit (dari kata Britain dan Exit), telah menyebabkan perubahan signifikan dalam berbagai kebijakan, termasuk izin masuk ke negara ini. Selama ini, warga negara-negara Uni Eropa dan beberapa negara lain yang bebas visa dapat masuk ke Britania Raya hanya dengan kartu penduduk atau KTP. Namun, sejak Brexit, warga Uni Eropa kini memerlukan paspor untuk masuk ke Britania Raya, dan peraturan sebaliknya juga berlaku bagi warga Britania Raya.

Tahun ini, ada peraturan baru yang akan berlaku efektif pada 2 April 2025: pemberlakuan Otorisasi Perjalanan Elektronik atau ETA (Electronic Travel Authorization). ETA ini menjadi syarat wajib untuk kunjungan singkat ke Britania Raya (sampai 6 bulan). Proses permohonan ETA relatif mudah dan hanya membutuhkan waktu beberapa menit hingga mendapat konfirmasi, dengan biaya sebesar 16 Poundsterling (GBP) atau sekitar 353.000 Rupiah sesuai nilai tukar saat itu. ETA berlaku sebagai izin multiple entry selama dua tahun atau kurang, menyesuaikan masa berlaku paspor Anda. Ini adalah informasi penting yang perlu diketahui bagi siapa saja yang berencana berkunjung.

London dan Sungai Thames

Penerbangan kami berjalan lancar, dari Bandara Stuttgart menuju London Heathrow dengan waktu tempuh sekitar satu setengah jam. Terdapat perbedaan waktu satu jam antara Jerman dan Inggris. Perjalanan dari Bandara Heathrow menuju penginapan kami tempuh sekitar setengah jam. Sepanjang jalan, saya mengamati bentuk-bentuk rumah di kota ini, sangat menarik dan persis seperti suasana yang sering ditayangkan dalam film-film berlokasi di London.

Kami tiba tanpa kelelahan berarti karena waktu tempuh yang tidak panjang. Rasanya, tidak ada yang perlu dikeluhkan. Lokasi penginapan yang tepat berada di pinggir Sungai Thames yang indah, sebuah sungai yang memiliki sejarah panjang sejak 30 juta tahun yang lalu. Sungai Thames dulunya merupakan anak Sungai Rhine* yang kemudian berevolusi menjadi jalur penting dalam perdagangan, industri, dan kehidupan sosial masyarakat London dan sekitarnya. Perubahan jalur ini disebabkan oleh beberapa peristiwa geologis, termasuk Zaman Es. [*Sungai Rhine berasal dari Pegunungan Alpen Swiss dan mengalir ke beberapa negara Eropa, seperti Swiss, Liechtenstein, Austria, Jerman, Prancis, dan Belanda.]

Keindahan Sungai Thames, yang merupakan bagian dari sungai terpanjang di Inggris, pernah menghadapi tantangan lingkungan dan masalah polusi besar sekitar pertengahan tahun 1800-an. Saking buruknya kondisi sungai kala itu, Thames sampai mendapat julukan “The Great Stink.” Tak ada jalan lain kecuali melakukan perbaikan infrastruktur besar-besaran dengan melibatkan semua pihak untuk memulihkan kelestarian lingkungannya. Usaha serius ini tentu tidak terjadi seperti membalikkan telapak tangan. Namun, tidak ada usaha yang sia-sia. Sekarang, kita mengenal keindahan Sungai Thames dengan 45 pintu airnya, yang kini dihuni oleh lebih dari 125 spesies ikan. Thames juga merupakan satu-satunya sungai di Eropa yang memiliki jalur jalan setapak nasional di sepanjang tepiannya, sebuah bukti nyata keberhasilan konservasi Sungai Thames.

Jalan-jalan Tanpa Menjadi Wisatawan

Seperti biasa, liburan kami selalu dilakukan dengan santai, tanpa dikejar jadwal ketat untuk harus mengunjungi tempat-tempat tertentu. Setiap sudut kota London yang indah ini selalu memancing keingintahuan dan menarik untuk dijelajahi. Jadi, mengunjungi tempat ikonik atau tidak, bagi saya sama menariknya. Setiap orang memiliki ketertarikan yang berbeda-beda. Seseorang bisa saja mengatakan, misalnya, “Belum ke London kalau belum mengunjungi Buckingham Palace,” atau tempat-tempat ikonik lainnya. Kalau saya, akan mengunjungi tempat-tempat sesuai keinginan dan waktu yang tidak terburu-buru. Selain itu, saya berusaha sebisa mungkin untuk menghindari tempat yang terlalu padat demi mendapatkan pengalaman otentik. Ini beberapa oleh-oleh foto dari liburan yang baru kami lewati di London.

Salam hangat akhir musim semi menuju summer

Hennie Triana Oberst
Germany, 14.06.2025