Relaksasi Impor Food Tray: Mendag Ungkap Dukungan untuk MBG

Relaksasi Impor Food Tray: Mendag Ungkap Dukungan untuk MBG

Jakarta – Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso baru-baru ini menjelaskan alasan di balik kebijakan strategisnya mengenai relaksasi impor untuk produk food tray atau piring saji. Langkah ini diambil secara khusus untuk menopang kelancaran program pemerintah, Makan Bergizi Gratis (MBG), yang membutuhkan pasokan besar.

Menurut Mendag Budi, kebutuhan piring saji untuk program MBG sangatlah masif, memerlukan suplai dalam volume yang substansial. “Karena untuk kebutuhan dalam negeri, untuk mendukung program Makan Bergizi dan sebagainya kan banyak dibutuhkan,” jelas Budi di Jakarta pada Rabu, 2 Juli 2025, sebagaimana dilansir dari Antara. Kebutuhan domestik yang tinggi ini menjadi pendorong utama di balik keputusan untuk membuka keran impor food tray.

Kendati demikian, Budi Santoso menegaskan bahwa kebijakan relaksasi impor ini tidak mengesampingkan penggunaan produk domestik. Ia memastikan bahwa piring saji produksi dalam negeri akan tetap dioptimalkan untuk pengadaan program MBG. “Semua bisa kita pakai. Kebutuhannya kan banyak,” imbuhnya, menekankan bahwa kombinasi pasokan lokal dan impor diperlukan untuk memenuhi skala program.

Langkah relaksasi impor food tray ini merupakan bagian dari upaya pemerintah yang lebih luas dalam melakukan deregulasi kebijakan impor. Sebelumnya, pemerintah telah mengambil keputusan signifikan untuk merelaksasi impor pada 10 kelompok komoditas utama. Komoditas tersebut meliputi produk kehutanan (441 HS), pupuk bersubsidi (7 HS), bahan baku plastik (1 HS), bahan bakar lainnya (9 HS), sakarin, siklamat, preparat bau-bauan mengandung alkohol (6 HS), bahan kimia tertentu (2 HS), mutiara (4 HS), food tray (2 HS), alas kaki (6 HS), serta sepeda roda dua dan roda tiga (4 HS).

Budi Santoso turut merinci parameter yang mendasari pemilihan 10 komoditas ini untuk deregulasi impor. Kriteria utama mencakup barang-barang yang bersifat strategis atau padat karya yang telah ditetapkan dalam neraca komoditas, serta komoditas yang berkaitan erat dengan faktor keamanan, keselamatan, kesehatan, lingkungan, dan moral hazard (K2LM). Pemilihan ini menunjukkan pendekatan cermat pemerintah dalam meninjau sektor-sektor krusial.

Secara regulasi, deregulasi kebijakan impor ini juga diwujudkan melalui pencabutan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 dan junto Permendag Nomor 8 Tahun 2024 tentang kebijakan dan pengaturan impor. Sebagai gantinya, pemerintah menerbitkan sembilan Permendag baru yang dikelompokkan berdasarkan klaster komoditas, tujuannya untuk mempermudah adaptasi terhadap perubahan kebijakan di masa mendatang.

“Jadi output deregulasi kebijakan impor ini adalah perubahan Permendag atau mencabut Permendag 36 Tahun 2023 junto Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Kita cabut dan kita sekarang menerbitkan sembilan Permendag,” terang Budi di Jakarta pada Senin, 30 Juli 2025, menyoroti reformasi penting dalam kerangka hukum perdagangan.

Melengkapi penjelasan Mendag, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya mengungkapkan bahwa kebijakan deregulasi impor ini merupakan tindak lanjut dari arahan langsung Presiden Prabowo Subianto. Langkah progresif ini diambil sebagai respons antisipatif terhadap volatilitas dan ketidakpastian yang tak terhindarkan dalam perkembangan perdagangan serta perekonomian global.

Dalam konteks tersebut, pemerintah memandang deregulasi sebagai instrumen vital untuk menghadirkan kemudahan bagi para pelaku usaha, sekaligus meningkatkan daya saing mereka di kancah global. Lebih dari itu, kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem bisnis yang kondusif, memicu penciptaan lapangan kerja secara berkelanjutan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Airlangga Hartarto menambahkan, prioritas pemerintah juga tertuju pada penguatan sektor padat karya. Harapannya, sektor ini dapat lebih menarik investasi baru serta mempertahankan investasi yang telah ada, sekaligus menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi nasional. “Dari arahan tersebut beberapa telah dipersiapkan, termasuk tentang deregulasi percepatan kemudahan perizinan berusaha,” pungkas Airlangga, menggarisbawahi komitmen pemerintah terhadap iklim investasi yang pro-pertumbuhan.

Secara spesifik, Menko Airlangga menggarisbawahi bahwa fokus deregulasi ini adalah penyederhanaan birokrasi dan perizinan. Kebijakan ini menyasar kemudahan izin untuk 482 jenis barang yang tersebar di 10 komoditas prioritas tersebut. Ia menekankan bahwa tidak ada perubahan pada tarif bea masuk yang berlaku, sehingga kebijakan impor ini tidak akan berdampak pada penerimaan negara.

“Terkait dengan penerimaan negara, ini kebanyakan kita tangani masalah birokrasi perizinannya. Kita tidak mengumumkan perubahan tarif bea masuk, jadi tidak ada akibat kepada penerimaan negara,” tegas Airlangga, memastikan bahwa fokus reformasi ini adalah efisiensi, bukan pendapatan.

Pilihan Editor: Tanda Tanya Penghapusan Kuota Impor