MBG Bahan Mentah Siswa Tangsel: Bantuan atau Beban? Ini Kata Mereka!

MBG Bahan Mentah Siswa Tangsel: Bantuan atau Beban? Ini Kata Mereka!

Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah kini menuai sorotan. Sebanyak 4.705 siswa dari 18 sekolah di Jakarta dan Tangerang Selatan menerima distribusi MBG dalam bentuk bahan mentah dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Yayasan Mualaf Indonesia Timur (Yasmit). Perubahan format ini, yang dimulai sejak 2 Juni 2025, memicu beragam reaksi dari para siswa.

SPPG Yasmit sendiri mendistribusikan paket MBG yang terdiri dari beras, buah-buahan, kacang teri atau abon, telur rebus, dan terkadang susu. Namun, peralihan dari menu siap santap ke bahan mentah menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas program ini.

Amanda Widyasari, siswi kelas 11 SMA Dua Mei di Ciputat Timur, Tangerang Selatan, mengungkapkan keraguannya. Sekolahnya hanya berjarak kurang dari satu kilometer dari SPPG Yasmit. “Bagi siswa, membawa bahan mentah ini merepotkan,” ujarnya pada Kamis, 19 Juni 2025. Ia menambahkan, tidak semua siswa memiliki kemampuan atau fasilitas untuk mengolah beras menjadi nasi.

Ruben Johan Tamella, siswa kelas II di sekolah yang sama, juga skeptis. Ia mempertanyakan apakah orang tua siswa memiliki waktu dan sumber daya untuk memasak bahan-bahan tersebut. “Kita tidak tahu apakah orang tua mau masak atau tidak, apakah ada peralatan yang tersedia,” katanya. Ruben mengakui ada sisi positif dari pembagian bahan mentah, yaitu potensi penghematan anggaran pemerintah. Namun, ia enggan menjadi korban dari kualitas makanan yang kurang optimal.

“Saya tahu MBG itu program gratis, jadi saya tidak terlalu berharap. Namun, saya ingin makanannya bergizi dan masih bisa dikonsumsi,” tegas Ruben. Ia mencontohkan pengalamannya dengan MBG sebelumnya, di mana sayuran sering basi dan terasa asam. Kudapan pendamping pun tak luput dari kritik.

Nilu Made Kartika Dewi, siswi kelas 12, menambahkan, “Kami dapat puding tapi sudah lembek, ada yang cair. Rasanya juga sudah tidak enak. Terus buah-buahan juga tidak segar.” Ia juga menyoroti pembagian kolak saat Ramadan yang menurutnya kurang layak dikonsumsi.

Para siswa berharap kualitas makanan MBG dapat ditingkatkan. “Semoga kualitas makanan bisa lebih ditingkatkan lagi, sehingga layak untuk masuk ke dalam tubuh kami,” harap Amanda.

Namun, tidak semua siswa mempermasalahkan format baru ini. Azkia, seorang murid kelas 5 SDN Cempaka Putih 02, justru melihat sisi positifnya. “Bisa dimakan di rumah,” ujarnya saat ditemui di sela-sela pembagian raport bersama orang tuanya.

Menanggapi keluhan tersebut, Ketua SPPG Yasmit, Asfiyah Auliyaillahi Bashiro, menjelaskan bahwa pemilihan bahan mentah mempertimbangkan situasi libur sekolah. “Mengingat sekolah sudah libur, class meeting yang pulang awal,” tulis Bashiro dalam pesan tertulis. Tujuannya, kata dia, agar siswa dapat membawa pulang MBG selama liburan.

Bashiro merinci paket MBG yang dibagikan pada pekan ini, meliputi beras untuk 5 hari, telur puyuh rebus untuk 1 hari, baby nila crispy 5 hari, kacang kriwil 4 hari, pisang ambon lumut 2 buah, jeruk manis 2 buah, 1 buah apel malang, dan 1 kemasan susu UHT. Ia menegaskan bahwa komposisi menu telah diperhitungkan oleh ahli gizi sesuai dengan kebutuhan siswa. Ia juga mengklaim bahwa pemerintah pusat menginstruksikan agar MBG saat libur dibuat seperti paket makanan saat Ramadan, dan SPPG diberikan kebebasan untuk berkreasi sesuai SOP. “Kami berjalan sesuai SOP yang ada. Mana berani kami menjalankan tidak sesuai SOP,” tegasnya.

Di sisi lain, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) menegaskan bahwa peralihan menu MBG menjadi bahan mentah bukanlah kebijakan resmi pemerintah. “Belum ada kebijakan BGN seperti itu (memberikan menu MBG bahan mentah),” katanya. Ia menambahkan, tidak ada keputusan sepihak terkait format pembagian MBG tanpa landasan kebijakan dari BGN. Saat ini, BGN tengah menyusun petunjuk teknis tentang ketentuan penyaluran MBG selama masa libur sekolah.