Kabar duka menyelimuti komunitas medis di Gaza setelah dr. Marwan al-Sultan, Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza, dilaporkan gugur bersama beberapa anggota keluarganya dalam sebuah serangan Israel. Informasi ini, dikutip dari The Guardian pada Kamis (3/7), menyebutkan dr. Marwan sebagai dokter jantung yang sangat berpengalaman dan dihormati.
Organisasi medis Palestina, Healthcare Workers Watch (HWW), menyoroti tragedi ini sebagai kerugian besar. Menurut HWW, dr. Marwan al-Sultan menjadi petugas kesehatan ke-70 yang tewas dalam konflik di Gaza selama 50 hari terakhir. Direktur HWW, Muath Alser, menyatakan bahwa kepergian dr. Marwan merupakan pukulan telak bagi Gaza dan seluruh komunitas medis, yang dipastikan akan memperburuk kondisi sistem kesehatan Gaza yang sudah sangat rentan.
“Ini bukan hanya kehilangan nyawa secara tragis, tetapi juga kehancuran keahlian dan layanan medis vital yang telah menyelamatkan banyak nyawa selama puluhan tahun, di tengah situasi yang amat sangat buruk bagi warga Palestina,” tegas Muath Alser. Sentimen serupa diungkapkan oleh dr. Mohammed Abu Selmia, Direktur Rumah Sakit al-Shifa di Gaza, yang menyampaikan duka mendalam dari para tenaga medis atas kepergian dr. Marwan, terlebih karena beliau adalah seorang ahli jantung yang sangat dibutuhkan di wilayah tersebut.
Dr. Mohammed Abu Selmia lebih lanjut menjelaskan betapa krusialnya peran dr. Marwan: “Beliau adalah seorang spesialis terkemuka, dan salah satu dari hanya dua ahli jantung yang tersisa di Gaza. Ribuan pasien jantung akan menanggung dampaknya akibat pembunuhan beliau. Satu-satunya ‘kesalahannya’ adalah menjadi seorang dokter. Kami tidak punya pilihan selain tabah, tetapi rasa kehilangan ini sungguh menghancurkan.” Dedikasi dr. Marwan al-Sultan terhadap pasien tidak diragukan lagi; ia pernah berbagi pengalamannya dalam wawancara dengan The Guardian di awal bulan ini, menggambarkan situasi kritis yang ia dan staf medis lainnya hadapi di Rumah Sakit Indonesia saat merawat korban sipil akibat eskalasi serangan Israel pada Mei lalu.
Tragedi ini menambah daftar panjang korban dari kalangan profesional medis. Selain dr. Marwan al-Sultan, serangan dalam 50 hari terakhir juga telah merenggut nyawa kepala suster di Rumah Sakit Indonesia, bidan paling senior di RS Anak al-Nasser, seorang teknisi radiologi senior, serta puluhan dokter muda dan perawat magang, menunjukkan betapa parahnya dampak konflik terhadap infrastruktur kesehatan.
Menanggapi insiden ini, BBC melaporkan bahwa Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyatakan penyesalan atas tewasnya warga sipil dalam serangan, menegaskan bahwa operasi yang mereka lakukan sebisa mungkin berupaya mengurangi kerugian. “Hamas secara sistematis melanggar hukum internasional dengan menggunakan infrastruktur sipil untuk aktivitas teroris dan penduduk sipil sebagai tameng manusia,” demikian pernyataan IDF. Namun, narasi ini dibantah keras oleh putri dr. Marwan, Lubna al-Sultan.
Lubna al-Sultan mengungkapkan bahwa serangan tersebut secara spesifik menargetkan kediaman ayahnya. “Sebuah rudal F-16 dengan tepat menargetkan kamarnya, tempat di mana dia berada, tepat ke arahnya,” ujar Lubna. Ia menambahkan, “Semua kamar di rumah itu utuh kecuali kamarnya yang dihantam oleh rudal. Ayah saya gugur sebagai martir di sana.” Lubna juga menegaskan bahwa ayahnya tidak berafiliasi dengan gerakan politik apa pun, “Ayah saya tidak terkait dengan gerakan atau apa pun, dia hanya mengkhawatirkan pasien yang dia rawat selama perang.”