Blog & Tips – , Jakarta – Kebijakan penting terkait impor sapi hidup di Indonesia kini mengalami perubahan drastis. Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono, secara tegas menyatakan bahwa pembatasan kuota impor sapi tidak lagi diberlakukan. Langkah ini diambil untuk memastikan distribusi kuota tidak terpusat pada segelintir importir saja, mencerminkan semangat demokrasi yang berkeadilan.
Sudaryono menjelaskan, tujuan utama di balik kebijakan ini adalah mencegah dominasi impor oleh pihak-pihak tertentu yang berulang, menciptakan iklim yang lebih merata bagi para pelaku usaha. Ia menegaskan, kelonggaran kuota impor sapi ini secara spesifik berlaku untuk jenis sapi bakalan, yaitu komoditas yang diperuntukkan bagi konsumsi daging. Dengan demikian, pemerintah dapat mengukur kebutuhan daging tahunan melalui neraca perdagangan, yang kemudian akan menentukan volume impor yang diperlukan.
Sejalan dengan pernyataan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), sebelumnya telah menjamin penghapusan kuota impor sapi hidup demi menjaga ketersediaan pasokan daging hingga susu, sekaligus memperkuat ketahanan pangan nasional. Zulhas menegaskan, importir kini memiliki keleluasaan penuh untuk mengimpor sapi hidup tanpa batasan, baik untuk tujuan penggemukan, pemotongan, maupun produksi susu, guna mendukung kemajuan industri peternakan dan memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Kebijakan “tanpa kuota” ini, menurutnya, membuka peluang besar bagi industri pengolahan susu nasional untuk meningkatkan volume dan kualitas produksi, serta memperkuat rantai pasok dari hulu ke hilir.
Lebih lanjut, dalam upaya mendukung program pemerintah, Sudaryono pada Januari lalu mengungkapkan target impor sapi perah sebanyak 200 ribu ekor hingga akhir tahun 2025. Tujuan dari impor ini adalah untuk memenuhi kebutuhan susu dalam program makan bergizi gratis (MBG) serta mendorong investasi pembangunan pabrik susu di dalam negeri. Ia menekankan bahwa ini bukan semata-mata tentang impor, melainkan tentang investasi jangka panjang di Indonesia, termasuk percepatan penyediaan lahan peternakan untuk menampung sapi perah tersebut.
Sebagai langkah awal yang konkret, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Agung Suganda mengonfirmasi kedatangan 50 ekor sapi perah bunting jenis Frisian Holstein asal Australia di Indonesia pada bulan Januari. Agung menegaskan bahwa inisiatif ini sejalan dengan target ambisius pemerintah untuk menambah 1 juta ekor sapi perah dalam lima tahun ke depan, sekaligus menjadi wujud nyata komitmen sektor swasta dalam mempercepat investasi di Indonesia.
Terkait dengan penyediaan susu dalam program MBG, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, sebelumnya menjelaskan bahwa pemberian susu tidak diwajibkan setiap hari. Hal ini mengingat pasokan susu yang belum merata di setiap daerah, sehingga frekuensinya dapat disesuaikan, minimal seminggu sekali, dan bukan menjadi menu wajib.
Penghapusan kuota impor sapi hidup ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah signifikan bagi perekonomian nasional, sebagaimana disorot dalam “Pilihan editor” sebelumnya. Artikel ini disusun oleh Ni Kadek Trisna Cintya Dewi dan Alfitria Nefi P.