Kode Broker BEI Dibuka: Transparansi Dongkrak Pasar Saham?

Kode Broker BEI Dibuka: Transparansi Dongkrak Pasar Saham?

Blog & Tips – JAKARTA — Rencana Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk kembali membuka informasi kode broker disambut dengan optimisme sebagai langkah positif yang strategis. Kebijakan ini, terutama jika dibarengi dengan pembukaan data domisili investor, dipercaya dapat memberikan dampak signifikan dalam upaya mendongkrak rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) di pasar modal Indonesia.

Budi Frensidy, Guru Besar Keuangan & Pasar Modal UI, menyoroti bahwa merosotnya RNTH pada tahun ini lebih dipicu oleh kondisi pasar yang sedang lesu atau bearish. Ia meyakini, jika sentimen pasar kembali positif atau bullish, volume transaksi harian pasti akan turut melonjak. Menanggapi rencana BEI, Frensidy menegaskan, “Pembukaan kode broker akan mampu meningkatkan RNTH, dan dampaknya akan jauh lebih besar lagi jika diikuti dengan pembukaan data domisili [investor].”

Meski demikian, peningkatan jumlah investor ritel yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir belum secara langsung mendorong lonjakan transaksi harian. Hal ini dikarenakan dana kelolaan atau modal yang dimiliki oleh investor-investor baru ini masih tergolong kecil, sehingga dampaknya terhadap total volume transaksi belum optimal. “Tambahan investor yang relatif banyak tidak banyak efeknya jika dana kelolaannya masih kecil,” tambah Budi Frensidy.

Menyikapi dinamika pasar saham saat ini, Budi Frensidy juga mengemukakan pentingnya Indonesia mencontoh praktik dari bursa-bursa global terkemuka. Di bursa-bursa tersebut, peran market maker atau liquidity provider sangat sentral dalam menjaga dan meningkatkan likuiditas pasar, sebuah elemen krusial bagi pasar yang efisien dan aktif.

Senada dengan pandangan tersebut, Teguh Hidayat, seorang pengamat pasar modal, turut menyambut positif inisiatif BEI untuk membuka kembali kode broker serta data domisili transaksi, baik dari investor lokal maupun asing. Menurutnya, langkah ini krusial untuk kembali mendongkrak nilai transaksi di pasar saham setelah sempat menurun.

Teguh menjelaskan, penutupan kode broker dan informasi domisili investor selama ini justru berdampak negatif pada kalangan trader aktif. Padahal, para trader ini merupakan kontributor utama terhadap volume transaksi harian. Tanpa data tersebut, mereka kehilangan alat analisis penting, yang pada akhirnya membuat pasar saham menjadi kurang bergairah. “BEI ini selama beberapa tahun terakhir banyak eksperimen. Tapi kenyataannya semua yang dilakukan itu ternyata malah bikin pasar saham jadi sepi. Ya sudah berarti jangan dilakukan lagi. Balik lagi saja ke kebijakan-kebijakan yang dulu, yang tidak aneh-aneh seperti sekarang,” kritik Teguh, menyarankan agar BEI kembali pada kebijakan yang terbukti efektif di masa lalu.

Sebagai solusi jangka panjang yang lebih komprehensif, Teguh Hidayat juga menekankan pentingnya peningkatan kinerja fundamental perusahaan-perusahaan publik atau emiten. Selain itu, pembagian dividen yang lebih menarik bagi investor serta perbaikan kondisi ekonomi makro secara umum menjadi faktor krusial. “Jadi yang harus diperbaiki juga sebenarnya kinerja perusahaan, kinerja emiten. Dividen yang dibayarkan ke investor harus lebih besar, tetapi agar kinerja perusahaan-perusahaan lebih bagus ya berarti ekonominya juga harus bagus,” pungkasnya, menggarisbawahi keterkaitan antara kinerja korporasi dengan stabilitas ekonomi nasional.

Tidak kalah penting, Teguh juga menyoroti urgensi untuk mengoptimalkan sistem perlindungan investor di Indonesia yang dinilainya belum maksimal. Ia membandingkan dengan praktik di Wall Street, di mana ketika sebuah perusahaan bangkrut, asetnya dilikuidasi dan hasilnya dibagikan kepada investor. “Jadi meskipun mungkin investor tetap rugi, tapi duitnya enggak habis sama sekali. Masih ada sebagian yang balik,” jelasnya. Berbeda dengan kondisi di Indonesia, di mana jika perusahaan bangkrut, investor acap kali kehilangan segalanya tanpa ada pengembalian sama sekali, menyoroti celah perlindungan yang harus segera ditambal.