Blog & Tips – , Jakarta – Kejaksaan Agung menyatakan mantan Staf Khusus Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim, Jurist Tan, kembali mangkir dari panggilan pemeriksaan penyidik. Pemeriksaan itu semestinya dijadwalkan berlangsung pada Selasa, 1 Juli 2025.
“Hari ini seharusnya Jurist Tan (diperiksa) tapi enggak datang,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar saat ditemui di Kejaksaan Agung, Selasa, 1 Juli 2025.
Harli menjelaskan bahwa penyidik tidak bisa menghubungi Jurist Tan secara langsung, dan sejauh ini komunikasi hanya dilakukan melalui kuasa hukumnya. Ia menegaskan bahwa penyidik Kejaksaan masih menempuh pendekatan persuasif agar Jurist Tan memenuhi panggilan. “Penyidik pasti ada cara. Kami enggak boleh berhenti hanya di dia,” ujarnya.
Jurist Tan telah beberapa kali tidak memenuhi panggilan pemeriksaan. Setidaknya, eks staf khusus mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim itu sudah tiga atau empat kali mangkir. Kendati demikian, pihaknya belum menyatakan Jurist tidak kooperatif secara tegas. “Iya, makannya penyidik masih terus berupaya melakukan pendekatan yang bersifat soft kepada kuasanya,” kata dia.
Harli menjelaskan bahwa penyidikan tidak akan berhenti meskipun satu orang tidak hadir. Ia menggunakan perumpamaan dalam strategi investigasi, “Kalau ibarat investigasi, misal makan bubur, apa harus dari pinggir, apa yang dingin dulu, tapi kita tidak boleh berhenti karena seseorang. Penyidikan ini tidak boleh mandek.”
Hingga saat ini belum diketahui alasan terbaru Jurist Tan tidak hadir. Menurut Harli, hanya kuasa hukumnya yang berkomunikasi dengan penyidik.
Sebagai informasi, Jurist Tan dipanggil oleh penyidik untuk dimintai keterangan sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi laptop atau pengadaan digitalisasi pendidikan berupa laptop Chromebook di Kemendikbudristek pada tahun 2019—2022.
Jurist Tan merupakan sosok penting dalam ekosistem bisnis startup Indonesia. Jurist Tan disebut pernah menjadi salah satu pengelola Gojek di masa-masa awal. Iaa meraih gelar Magister Administrasi Publik dalam Pembangunan Internasional (MPA/ID) dari Yale University.
Dalam perkara dugaan korupsi laptop Chromebook, Jurist Tan diduga terlibat bersama dengan eks stafsus lainnya, Fiona Handayani. Rumah keduanya pun telah digeledah oleh penyidik Jampidsus pada 21 Mei lalu. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar memastikan penggeledahan rumah keduanya karena mereka memiliki peran dalam perkara ini.
“Sebagai Stafsus, dari informasi yang diperoleh penyidik yang bersangkutan memiliki peran juga dalam dugaan perkara ini,” ujar Harli, Rabu, 28 Mei 2025.
Berdasarkan penelusuran penyidik, kata Harli, keduanya berperan membuat analisis yang akhirnya menggolkan pengadaan Chromebook itu.
Padahal, kata Harli, sudah ada kajian pada 2018–2019 yang menunjukkan penggunaan Chromebook tidak efektif dalam program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek. Alasannya karena jaringan internet di Indonesia belum merata.
Dari hasil uji coba itu, pengadaan yang direkomendasikan adalah laptop berbasis sistem operasi Windows. Namun, tetap yang diadakan Chromebook. Program ini diketahui menelan anggaran hingga Rp 9,9 triliun, dengan dana alokasi khusus (DAK) mencapai Rp 6,3 triliun.
Chromebook merupakan komputer jinjing alias laptop yang menggunakan sistem operasi Chrome OS yang dikembangkan oleh Google. Dalam pengoperasiannya, laptop ini mengandalkan aplikasi berbasis cloud yang artinya harus terkoneksi dengan internet.
Selain menelusuri peran para staf khusus, penyidik, kata Harli, juga berfokus pada bukti elektronik berupa rekaman percakapan yang diduga menunjukkan adanya pembahasan internal menyoal proses pengadaan tersebut.
Kejagung mengusut dugaan korupsi pengadaan laptop ini setelah mengendus ada kongkalikong atau permufakatan jahat yang mengarahkan tim teknis pengadaan di Kementerian Pendidikan untuk membuat kajian yang mengunggulkan laptop Chromebook.
Kejagung menduga proyek ini bermasalah karena sebelumnya Kemendikbudristek telah membuat kajian yang menyatakan Chromebook itu tak cocok digunakan di Indonesia yang memiliki keterbatasan jaringan internet. Kajian itu menyarankan agar menggunakan laptop berbasis sistem operasi Windows. Namun kajian itu justru diubah.
Nadiem Makarim telah membantah terjadi perubahan kajian. Dia menyatakan kajian pertama dan kedua memiliki tujuan yang berbeda. Menurut dia, kajian pertama bertujuan untuk penggunaan di daerah 3T (Terpencil, Terdepan dan Terluar). Sementara kajian kedua ditujukan untuk penggunaan di daerah yang sudah memiliki jaringan internet yang baik.
Pilihan Editor: Dugaan Suap Judi Online Buat Budi Arie. Sekuat Apa Buktinya?