Kekhawatiran global kian memuncak seiring memasuki hari ketujuh konflik Iran versus Israel di Timur Tengah, sebuah eskalasi yang berpotensi besar memicu gejolak harga minyak dunia. Kondisi ini secara langsung menimbulkan kekhawatiran akan dampak lanjutan terhadap perekonomian, khususnya di Indonesia.
Menanggapi situasi ini, Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, memprediksi potensi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri. Menurutnya, apabila lonjakan harga minyak global terus terjadi, pemerintah akan sulit mempertahankan harga BBM subsidi pada level saat ini, mengingat keterbatasan kapasitas fiskal pemerintah. Pernyataan ini disampaikan Wijayanto dalam siniar Diptalk yang tayang di kanal Youtube kumparan.
Namun, jika lonjakan harga BBM global bersifat minimal dan diperkirakan akan segera mereda, Wijayanto menjelaskan bahwa pemerintah masih memiliki ruang untuk menahan harga BBM bersubsidi dengan memanfaatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Alternatif lain yang mungkin ditempuh adalah mempertahankan harga namun mengurangi volume penyaluran BBM bersubsidi, sebuah langkah yang sangat mungkin terjadi dalam skenario tersebut.
Kendati demikian, pemerintah dihadapkan pada skenario berbeda yang menuntut persiapan matang apabila harga minyak dunia melonjak drastis akibat eskalasi konflik Iran dan Israel yang berkepanjangan. Faktanya, sejak serangan Israel terhadap Iran, harga minyak mentah global telah melonjak signifikan hingga 11 persen dalam sepekan terakhir. Menurut data Reuters, patokan minyak mentah Brent (LCOc1) bahkan naik nyaris satu persen menjadi USD 77,4 per barel – setara dengan sekitar Rp 1,2 juta – mendekati level puncaknya sejak Januari.
Wijayanto menegaskan, jika lonjakan harga ini dipicu oleh eskalasi perang yang masif dan tak terkendali, maka kenaikan harga BBM bersubsidi menjadi sebuah keniscayaan yang tak dapat dihindari. Lebih lanjut, kekhawatiran Wijayanto selaras dengan pandangan banyak negara yang mencemaskan dampak ekonomi dari eskalasi konflik ini, terutama jika dibarengi dengan dinamika global tambahan yang dapat memperlambat laju perekonomian.
Oleh karena itu, Wijayanto optimis bahwa para ‘pemain besar’ atau great power akan cenderung menahan diri untuk menghindari dampak yang lebih luas. Ia mencontohkan pernyataan terbuka Senator AS Marco Rubio yang menyebut situasi ini di luar dugaan, serta menunjukkan sikap pemerintah AS yang ‘tidak cawe-cawe’ dalam konflik ini, meskipun ada cuitan kontroversial dari Donald Trump di malam hari yang menurutnya ‘jarinya harus ditahan’.