Blog & Tips – , Jakarta – Bank Indonesia secara resmi menunjuk Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) sebagai Penyelenggara Bursa Berjangka Derivatif Pasar Uang dan Valuta Asing (PUVA). Keputusan penting ini disampaikan langsung oleh Bank Indonesia kepada ICDX melalui surat resmi bernomor No. 27/328/DPPK/Srt/B, menandai tonggak sejarah dalam pengembangan pasar keuangan nasional.
Penunjukan ini memiliki implikasi strategis yang mendalam. Perlu dipahami, derivatif adalah kontrak keuangan yang nilainya diturunkan dari aset dasar seperti mata uang atau suku bunga, yang kerap digunakan untuk mengelola risiko atau mencari keuntungan. Sementara itu, pasar uang adalah wadah pinjam-meminjam dana jangka pendek, dan valuta asing merujuk pada perdagangan mata uang asing.
Dengan status baru ini, ICDX juga mengukuhkan diri sebagai Organisasi Regulator Mandiri (Self-Regulatory Organization/SRO) pertama untuk peran tersebut. Ini berarti ICDX tidak hanya bertugas menyelenggarakan perdagangan, tetapi juga ikut mengatur dan mengawasi anggotanya sendiri, sebuah langkah progresif yang mengurangi beban pengawasan langsung dari otoritas utama.
Kini, ekosistem pengawasan perdagangan PUVA menjadi lebih terintegrasi. ICDX berperan sebagai Bursa (tempat transaksi), Indonesia Clearing House berfungsi sebagai Lembaga Kliring (pihak yang menjamin transaksi aman), dan Bank Indonesia bertindak sebagai Otoritas yang berwenang mengatur. Penting diketahui bahwa Indonesia Clearing House sendiri sebelumnya telah terdaftar sebagai lembaga kliring PUVA oleh Bank Indonesia.
Direktur Utama ICDX, Fajar Wibhiyadi, menyatakan bahwa pencatatan ini membuka babak baru yang transformatif bagi ICDX. Beroperasi sejak tahun 2009, ICDX memiliki rekam jejak yang solid sebagai penyelenggara bursa berjangka komoditas, termasuk pengalaman dalam perdagangan valuta asing OTC dan Multilateral (GOFX). “Ke depan, kami siap mendukung agenda Bank Indonesia, khususnya pengembangan perdagangan derivatif pasar uang dan valuta asing melalui Bursa Berjangka,” ujar Fajar dalam pernyataan tertulisnya pada Jumat, 20 Juni 2025.
Fajar Wibhiyadi turut menekankan vitalnya sinergi antara ICDX dengan Bank Indonesia dalam upaya pendalaman pasar keuangan nasional. Pendalaman pasar keuangan ini akan dicapai melalui pengembangan Pasar Uang dan Pasar Valas, didukung oleh inovasi metodologi, peningkatan kapabilitas, dan integritas pasar yang lebih kuat. Keseluruhan upaya ini menjadi sarana penting untuk penciptaan produk-produk strategis yang berada di bawah kewenangan Bank Indonesia.
Sinergi yang erat ini diharapkan menciptakan kolaborasi berjenjang antara Otoritas, bursa berjangka, dan pelaku pasar, yang pada akhirnya memungkinkan terjadinya inklusivitas pasar keuangan yang lebih luas. Hal ini tentunya dapat menjadi landasan pacu krusial dalam mencapai tujuan pemerintah untuk pendalaman pasar keuangan nasional.
Fajar Wibhiyadi juga menyebutkan bahwa berbagai strategi telah disiapkan untuk mendukung Bank Indonesia dalam mengembangkan perdagangan derivatif PUVA, ditopang oleh pengalaman infrastruktur pasar ICDX selama 15 tahun. Kolaborasi antara Bursa, Bank Indonesia, dan Lembaga Kliring diharapkan menciptakan ekosistem terintegrasi yang mampu secara signifikan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, terutama di sektor pasar uang dan valuta asing yang memiliki potensi besar.
“Harapan kami, dengan kolaborasi antara kami sebagai Bursa, Bank Indonesia sebagai Otoritas serta Indonesia Clearing House sebagai Lembaga Kliring dapat menjadi ekosistem terintegrasi dalam mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan ekonomi nasional,” pungkas Fajar.
Perubahan pengawasan ini merupakan implementasi nyata dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Sebelumnya, produk derivatif pasar uang dan valuta asing berada di bawah pengawasan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Kini, dengan diberlakukannya UU PPSK, wewenang pengaturan dan pengawasan beralih penuh ke Bank Indonesia, menandai konsolidasi regulasi yang penting bagi stabilitas dan pertumbuhan sektor keuangan.
Pilihan Editor: Di Balik Aturan OJK tentang Berbagi Risiko Asuransi