Hoaks Pesawat Haji: Terungkap! Penyebab & Aturan Penerbangan Haji

Hoaks Pesawat Haji: Terungkap! Penyebab & Aturan Penerbangan Haji

Jakarta – Dunia penerbangan Indonesia baru-baru ini digemparkan oleh dua insiden ancaman bom beruntun yang menargetkan pesawat Saudi Airlines pengangkut jamaah haji asal Indonesia. Kedua pesawat tersebut terpaksa melakukan pendaratan darurat di Bandara Internasional Kualanamu, Sumatera Utara, demi menjamin keselamatan ratusan penumpang.

Insiden pertama terjadi pada Selasa, 17 Juni 2025. Pesawat Saudia Airlines dengan nomor penerbangan SV-5726 yang membawa 442 jamaah haji Indonesia kloter 12 JKS, menerima ancaman bom melalui surat elektronik (email) dari pihak tak dikenal sekitar pukul 07.30 WIB. Pesawat ini diketahui tengah dalam perjalanan dari Jeddah menuju Jakarta (Bandar Udara Soekarno Hatta).

Berselang beberapa hari, pada Sabtu, 21 Juni 2025, kasus serupa kembali terjadi. Pesawat Saudia SV-5688 yang mengangkut 376 penumpang jamaah haji Kelompok Terbang (Kloter) 33 Debarkasi Surabaya juga menerima ancaman bom. Kali ini, ancaman disampaikan melalui telepon kepada petugas Air Traffic Control (ATC) di Jakarta Area Control Center (ACC) dari Kuala Lumpur ACC. Pesawat yang semula menempuh rute Jeddah-Muscat (Oman)-Surabaya ini turut mendarat darurat di Kualanamu pada Sabtu pagi.

Menanggapi insiden tersebut, aparat keamanan bergerak cepat. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Kristomei Sianturi menegaskan bahwa pemeriksaan menyeluruh terhadap kedua pesawat telah dilaksanakan dan dinyatakan aman. TNI melalui Kodam I/Bukit Barisan mengerahkan pasukan gabungan, termasuk satu satuan setingkat kompi (SSK) Yonkav 6/NK, satu satuan setingkat peleton (SST) Jihandak Yonzipur 1/DD, yang didukung oleh satu SST Kopasgat TNI AU dan satu SST Gegana Brimob Polda Sumatera Utara. Keterlibatan TNI dalam operasi ini merupakan bagian dari tugas operasi militer selain perang (OMSP), khususnya dalam upaya mengatasi aksi terorisme sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.

Hingga pukul 18.30 WIB pada hari kejadian, seluruh penumpang telah diamankan dan ditempatkan di tiga hotel di sekitar area bandara. TNI juga berkomitmen untuk terus berkoordinasi dan menjalin kerja sama pengamanan dengan otoritas keamanan Arab Saudi, demi mendalami insiden ini dan menjamin keamanan penerbangan internasional di masa mendatang.

Terkait ancaman tersebut, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) secara tegas menyatakan bahwa informasi ancaman bom pada kedua pesawat Saudi Airlines adalah hoaks atau tidak berdasar. Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Lukman F. Laisa, pada Minggu, 22 Juni 2025, menjelaskan bahwa meskipun ancaman tersebut dinyatakan hoaks oleh otoritas terkait setelah penilaian menyeluruh, kedua penerbangan telah ditangani sesuai dengan protokol kontingensi yang berlaku. Hal ini dilakukan karena, meskipun tidak ada bukti ancaman bom itu nyata, otoritas penerbangan tidak dapat mengabaikannya demi keselamatan penumpang, sehingga pendaratan darurat dan evakuasi seluruh penumpang menjadi langkah yang tak terhindarkan.

Sebagai langkah antisipasi ke depan, Kemenhub telah melakukan koordinasi formal dengan Otoritas Penerbangan Sipil Saudi (GACA) untuk bersama-sama meningkatkan langkah-langkah pengamanan penerbangan dari potensi ancaman bom. Langkah penanggulangan keadaan darurat keamanan penerbangan yang diterapkan telah sesuai dengan regulasi yang berlaku, yakni Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 140 Tahun 2015. Pasal 6 Peraturan Menteri tersebut menyebutkan bahwa “kondisi darurat (kondisi merah)” meliputi ancaman yang membahayakan keamanan penerbangan, termasuk ancaman bom, pembajakan, penyanderaan, sabotase, dan penyerangan.

Ketentuan tersebut diperkuat oleh Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor PR 22 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Penilaian Ancaman Keamanan Penerbangan. Dokumen ini, pada Bab III sub Bab 3.2.10, menggarisbawahi bahwa informasi ancaman pada pesawat udara yang sedang terbang harus segera disampaikan kepada Kapten Penerbang (Pilot In Command) oleh awak pesawat udara, badan usaha angkutan udara, atau perusahaan angkutan udara asing. Sementara itu, dasar hukum pendaratan darurat di luar bandara yang semestinya diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Udara, khususnya Pasal 52 Ayat (2), yang mendefinisikan “keadaan darurat” sebagai kondisi yang memaksa pendaratan di luar bandara yang ditetapkan, termasuk akibat ancaman bom yang dapat membahayakan keselamatan penerbangan.