Dari Jakarta, kabar terkini mencuat dari Iran. Parlemen Iran dilaporkan telah memberikan persetujuan pada Ahad, 22 Juni 2025, untuk langkah penutupan Selat Hormuz yang sangat strategis. Keputusan ini, yang disiarkan oleh Al Arabiya mengutip Press TV, menyebutkan bahwa badan keamanan tertinggi di Iran kini memiliki mandat untuk merampungkan tindakan tersebut.
Selat Hormuz sendiri bukanlah jalur biasa. Dilansir dari Mintnews, selat ini merupakan arteri pelayaran vital yang mengangkut sekitar seperlima dari total pasokan minyak dunia, menjadikannya titik fokus geostrategis yang tak tergantikan. Ancaman penutupannya oleh Iran bukanlah hal baru; Teheran telah lama menyampaikan kemungkinan tersebut sebagai respons terhadap berbagai situasi yang memanas.
Misalnya, Hossein Shariatmadari, yang merupakan perwakilan dari Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei, sebelumnya dilaporkan telah mendesak pembalasan cepat menyusul serangan Amerika Serikat pada Sabtu malam. Pembalasan tersebut secara spesifik mencakup penutupan Selat Hormuz bagi kapal-kapal yang berafiliasi dengan Amerika, Inggris, Jerman, dan Prancis, menunjukkan seriusnya implikasi dari keputusan parlemen terbaru ini.
Di mana Selat Hormuz?
Selat Hormuz adalah selat krusial yang terletak di antara Teluk Persia dan Teluk Oman. Posisinya yang unik menjadikannya satu-satunya jalur laut yang menghubungkan Teluk Persia ke lautan terbuka, menjadikannya salah satu titik cekik paling strategis di dunia maritim. Selat ini berfungsi sebagai rute ekspor utama yang tak tergantikan bagi produsen minyak di kawasan Teluk, termasuk negara-negara seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Irak, dan Kuwait.
Setiap harinya, sekitar 20 persen dari total konsumsi minyak global—atau sekitar 20 juta barel—bergantung pada jalur vital ini untuk melewati dan mencapai pasar dunia. Oleh karena itu, gangguan sekecil apa pun di Selat Hormuz dapat memicu gejolak signifikan dalam perdagangan minyak global.
Selama beberapa dekade, Selat Hormuz telah menjadi episentrum ketegangan regional. Belakangan ini, serangkaian serangan telah terjadi di dekatnya, bahkan menargetkan rute alternatif yang dirancang untuk mengangkut minyak melewati wilayah Hormuz, kian meningkatkan kekhawatiran akan stabilitas pasokan energi.
Insiden terbaru yang memicu alarm global terjadi pada 12 Juni, ketika Presiden Trump secara terang-terangan menyalahkan Iran atas serangan terhadap dua kapal tanker minyak di pintu masuk Teluk. Meskipun Teheran membantah tuduhan tersebut dengan keras, insiden ini sontak memicu kekhawatiran mendalam akan potensi konfrontasi militer di rute pengiriman minyak yang sangat vital tersebut.
Ketegangan semakin memuncak pada 19 Juli, ketika Garda Revolusi Iran (IRGC) mengumumkan penangkapan sebuah kapal tanker minyak berbendera Inggris di Teluk. Penangkapan ini merupakan respons langsung terhadap tindakan Inggris yang sebelumnya menahan sebuah kapal Iran pada 4 Juli, menandai eskalasi balasan antara kedua belah pihak.
Pada saat ini, laporan media menunjukkan bahwa sekitar 50 kapal tanker minyak berukuran besar tengah berupaya untuk bergerak keluar dari Selat Hormuz, menggarisbawahi urgensi dan respons pasar terhadap situasi yang memanas. Ancaman baru yang dilontarkan Iran pascaserangan AS ini telah menimbulkan kekhawatiran serius tentang sejauh mana potensi konflik di Teluk dapat mengganggu stabilitas perdagangan minyak global yang rapuh.
Pilihan Editor: Iran akan Pasang Ranjau di Selat Hormuz Jika AS Ikut Bantu Israel