Blog & Tips JAKARTA. Sejumlah emiten di Bursa Efek Indonesia belakangan ini menunjukkan geliat yang signifikan dengan aktif mendirikan perusahaan baru, baik secara langsung maupun melalui entitas anak. Langkah strategis ini ditempuh sebagai upaya nyata untuk memperluas ekspansi bisnis dan memperkuat portofolio usaha mereka di masa mendatang.
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan Kontan.co.id, dalam sepekan terakhir saja, setidaknya tiga emiten besar telah mengumumkan pendirian entitas baru yang menjadi bagian dari strategi korporasi mereka. Ini menandakan tren yang semakin kuat di tengah dinamika pasar korporasi.
Sebagai contoh konkret, PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), melalui entitas terkendalinya PT Serpong Cipta Kreasi Tbk (SPCK), tengah menggarap proyek real estat ambisius di Serpong, Kabupaten Tangerang. Lahan untuk proyek ini dimiliki oleh pihak afiliasi SMRA, yakni PT Variatata (VT) dan PT Lestari Kreasi (LK). Untuk mendukung pengembangan masif ini, SPCK bersama VT dan LK telah mendirikan dua perusahaan baru, yaitu PT Serpong Cahaya Harmoni (SPCH) dan PT Serpong Cipta Lestari (SPCL) pada 13 Juni 2025. Kedua entitas inilah yang nantinya akan mengakuisisi lahan dari VT dan LK demi kelancaran proyek.
Sementara itu, PT Arkora Hydro Tbk (ARKO) juga tak ketinggalan dalam memperlebar sayap bisnisnya di sektor energi baru dan terbarukan. Melalui dua anak usahanya, PT Arkora Energi Merah Putih (AEMP) dan PT Arjuna Hidro (AH), ARKO resmi mendirikan dua entitas anyar: PT Pembangunan Hydro Indonesia (PHI) dan PT Arkora Merah Putih (AMP) pada 17 Juni lalu. Dengan struktur ini, ARKO secara tidak langsung menguasai 99% saham di masing-masing entitas baru, menegaskan komitmen mereka pada perluasan cakupan bisnis di sektor yang prospektif ini.
Lain halnya dengan PT Cikarang Listrindo Tbk (POWR) yang memilih untuk membentuk anak usaha bernama PT Energi Baik Alami (EBA) pada 16 Juni. POWR memegang kendali mayoritas dengan kepemilikan 49.999 saham, atau setara dengan 99,998% dari total modal disetor EBA. Entitas baru ini didesain khusus sebagai holding company yang akan memfokuskan diri pada pengelolaan dan pengembangan investasi di sektor energi terbarukan, sejalan dengan visi keberlanjutan perusahaan.
Tren pendirian perusahaan baru oleh para emiten ini disambut positif oleh sejumlah analis pasar. Menurut Ekky Topan, Investment Analyst Infovesta Utama, langkah ini merupakan strategi bisnis yang menjanjikan. “Selain mendorong ekspansi, perusahaan baru memungkinkan struktur bisnis menjadi lebih fokus dan fleksibel untuk tumbuh secara independen,” ujarnya pada Jumat (22/6). Senada, Muhammad Wafi, Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), menambahkan bahwa entitas baru umumnya dapat bergerak lebih lincah dan fokus dalam pengambilan keputusan bisnis. “Proses pendiriannya juga relatif mudah, selama tidak bertentangan dengan POJK 17/2020 dan POJK 42/2020, maka tak memerlukan RUPS,” jelas Wafi, Minggu (22/6).
Kendati demikian, para analis juga mengingatkan akan adanya sejumlah risiko yang perlu dicermati. Pendirian perusahaan baru tentu membutuhkan suntikan modal awal yang tidak sedikit. Selain itu, ada kemungkinan terjadi tumpang tindih usaha dengan induk perusahaan jika tidak dikelola dengan baik. Lebih lanjut, jumlah entitas yang terlalu banyak berpotensi memperumit pengawasan dan melemahkan fokus manajemen, terutama jika diversifikasi usaha tidak terintegrasi secara optimal. “Oleh karena itu, pendirian entitas baru perlu dibarengi dengan perencanaan matang dan tata kelola yang kuat,” tegas Ekky, menekankan pentingnya manajemen risiko.
Melihat kondisi pasar dan strategi emiten, Ekky Topan memperkirakan tren pendirian entitas baru ini akan terus berlanjut sepanjang sisa tahun 2025. Proyeksi ini didukung oleh pemulihan sektor riil, meningkatnya akses pendanaan, serta berbagai insentif pemerintah, khususnya di sektor properti, energi hijau, dan digitalisasi. Wafi juga mengamini pandangan tersebut, menambahkan bahwa sektor seperti energi terbarukan, data center, dan bidang terkait Environmental, Social and Governance (ESG) akan menjadi lahan subur bagi lahirnya entitas baru yang inovatif.
Terkait prospek saham dari emiten yang tengah gencar melakukan ekspansi ini, Muhammad Wafi belum memberikan rekomendasi resmi, namun memproyeksikan harga saham SMRA berpotensi menembus Rp 700, ARKO di kisaran Rp 900, dan POWR mencapai Rp 1.000 per saham. Sementara itu, Ekky Topan menyarankan saham SMRA menarik untuk dikoleksi dengan target harga Rp 500, POWR di target Rp 800, dan ARKO sebagai opsi spekulatif yang menarik di kisaran Rp 900–950 per saham.