Jakarta – Kabar mengejutkan datang dari PT Sepatu Bata Tbk (BATA), perusahaan sepatu legendaris Indonesia. Rajeev Gopalakrishnan, Presiden Komisaris BATA, resmi mengundurkan diri dari jabatannya pada 25 Juni 2025. Pengunduran diri ini berlaku efektif sejak tanggal pernyataan tersebut.
Menurut Direktur BATA, Hatta Tutuko, permohonan pengunduran diri Rajeev Gopalakrishnan akan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mendatang. “Permohonan pengunduran diri tersebut akan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan,” ujarnya dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Rabu (25/06/2025).
Sebelumnya, pada 27 Mei 2025, kursi Presiden Direktur BATA juga mengalami kekosongan. Anirban Asit Kumar Ghosh, yang sebelumnya menjabat posisi tersebut, turut mengundurkan diri. Nasib pengunduran dirinya pun akan ditentukan dalam RUPS yang sama. Dua pengunduran diri penting dalam waktu berdekatan tentu menimbulkan tanda tanya besar mengenai arah perusahaan ke depannya.
Kinerja Keuangan BATA: Antara Tren Positif dan Tantangan Berat
Meskipun belum merilis laporan keuangan auditan tahunan untuk periode yang berakhir 31 Desember 2024, kinerja keuangan BATA hingga 30 September 2024 menunjukkan tren yang cukup positif. Namun, dibalik potensi pertumbuhan tersebut, perusahaan ini masih menghadapi tantangan yang signifikan.
Pada Oktober 2024, BATA terpaksa melakukan penjualan aset sebagai respons terhadap kerugian dan penurunan penjualan yang dialami. Hatta Tutuko, Sekretaris Perusahaan Sepatu Bata, menjelaskan bahwa dalam laporan keuangan konsolidasian interim per 30 September 2024, terjadi penurunan aset sebesar 21,7% dibandingkan dengan posisi 31 Desember 2023. Aset perusahaan menyusut dari Rp 585 miliar menjadi Rp 458 miliar.
“Penurunan aset disebabkan penjualan aset tetap berupa gedung kantor,” ungkap Hatta dalam keterangan resminya pada Kamis, 31 Oktober 2024.
Selain penjualan gedung kantor, penurunan juga dipicu oleh berkurangnya hak guna sewa akibat penutupan toko-toko yang merugi. Lebih lanjut, persediaan barang juga mengalami penurunan akibat strategi penjualan promosi untuk menghabiskan barang yang kurang diminati.
Dari sisi liabilitas, perusahaan mencatat total liabilitas sebesar Rp 456 miliar, termasuk utang usaha jangka pendek senilai Rp 212 miliar. Rugi periode berjalan BATA hingga September 2024 mencapai Rp 129 miliar. Angka-angka ini menggambarkan betapa beratnya perjuangan BATA untuk kembali meraih keuntungan.
Manajemen BATA mengakui bahwa selama empat tahun terakhir, perusahaan telah berjuang keras untuk mengatasi berbagai tantangan dan kerugian di industri alas kaki. Pandemi global dan perubahan perilaku konsumen yang cepat menjadi faktor utama yang memengaruhi kinerja perusahaan. Akibatnya, volume produksi di pabrik terus mengalami penurunan, dan kondisi ini masih berlanjut hingga saat ini.
Pilihan Editor: Untung-Rugi Ekspor Listrik ke Singapura