Ancaman Iran Tutup Selat Hormuz: Trump Panik, Minta Bor Minyak Besar-besaran

Ancaman Iran Tutup Selat Hormuz: Trump Panik, Minta Bor Minyak Besar-besaran

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini mengeluarkan seruan mendesak agar pengeboran minyak di negaranya dilakukan secara besar-besaran dan segera. Permintaan tegas ini disampaikan melalui akun pribadinya di Truth Social pada Senin (23/6) malam waktu Indonesia. Dengan nada lugas, Trump menyerukan, “Kepada Departemen Energi: NGEBOR, AYO NGEBOR!!! SEKARANG JUGA!!!”

Seruan keras Trump ini mencuat di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik, terutama setelah Iran mengancam akan menutup Selat Hormuz. Selat ini merupakan jalur maritim yang sangat strategis dan vital bagi perdagangan minyak dunia, menjadi koridor utama bagi banyak eksportir dan importir global.

Menurut data dari Badan Informasi Energi AS (EIA), lebih dari 20 persen dari total konsumsi minyak harian dunia, yang setara dengan sekitar 18 hingga 20 juta barel per hari, mengalir melalui Selat Hormuz. Jalur ini menjadi arteri utama bagi negara-negara anggota OPEC seperti Arab Saudi dan Iran untuk mengekspor sebagian besar minyak mentah mereka. Selain itu, Qatar, eksportir gas alam cair (LNG) terbesar di dunia, juga mengandalkan jalur ini untuk mengirimkan hampir seluruh volumenya ke pasar global.

Sebelum seruan untuk pengeboran besar-besaran ini, Trump juga telah menyuarakan desakan kepada semua pihak untuk menjaga stabilitas harga minyak mentah agar tetap rendah. Ia bahkan memperingatkan bahwa pihak-pihak yang tidak kooperatif dalam menekan harga sedang “bermain sesuai skenario musuh.” Peringatan ini disampaikan di tengah lonjakan harga komoditas minyak yang mencapai level tertinggi, menyusul insiden pengeboman tiga fasilitas nuklir Iran oleh Amerika Serikat dan Israel pada Minggu (22/6).

Dikutip dari Reuters pada Senin (23/6) pagi, pasar minyak global langsung bereaksi terhadap aksi serangan tersebut. Harga minyak mentah jenis Brent melonjak USD 1,88 atau 2,44 persen, mencapai USD 78,89 per barel pada pukul 11.22 GMT. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS juga naik USD 1,87 atau 2,53 persen, menjadi USD 75,71 per barel.

Kedua kontrak minyak tersebut sempat melonjak lebih dari 3 persen pada awal sesi perdagangan, menembus angka USD 81,40 untuk Brent dan USD 78,40 untuk WTI, level tertinggi dalam lima bulan terakhir, sebelum akhirnya sedikit menurun. Sejak konflik dimulai pada 13 Juni, harga Brent telah meningkat sebesar 13 persen, sementara WTI mencatat kenaikan sekitar 10 persen.

Para analis memproyeksikan bahwa harga minyak mentah dunia berpotensi terus meroket, bahkan bisa mencapai USD 130 per barel, jika konflik tidak segera mereda. Ancaman serius akan lonjakan harga ini semakin diperparah apabila Iran benar-benar merealisasikan niatnya untuk menutup Selat Hormuz.