Setiap orang tua memiliki pendekatan unik dalam mengasuh anak, yang kerap dibentuk oleh visi keluarga serta pengalaman pribadi. Belakangan ini, semakin sering kita mendengar tentang pola asuh yang cenderung ketat dan menuntut, atau yang dikenal dengan istilah strict parents. Umumnya, orang tua dengan gaya pengasuhan ini berupaya membentuk karakter anak yang disiplin dan menjauhkan mereka dari pergaulan bebas atau pengaruh buruk.
Harapan setiap orang tua tentu adalah agar anak-anak mereka tumbuh menjadi pribadi yang baik, patuh, disiplin, dan mampu menjauhi hal-hal negatif. Niat di balik penerapan pola asuh strict parents sebenarnya mulia. Namun, dalam praktiknya, sering kali ditemukan bahwa gaya pengasuhan ini justru terasa mengekang dan berpotensi membentuk karakter anak yang berbeda dari tujuan awal, seringkali karena kesalahan dalam penerapannya.
Meskipun memiliki keinginan kuat untuk mendidik anak menjadi pribadi yang lebih baik dari diri mereka sendiri, orang tua juga memiliki tanggung jawab untuk terus memperdalam ilmu parenting. Pengasuhan anak tidak boleh semata-mata didasari oleh trauma atau pengalaman masa lalu tanpa refleksi. Untuk memahami lebih jauh apa itu strict parents dan bagaimana ciri-cirinya, mari kita simak penjelasan berikut.
Arti Strict Parents
Secara harfiah, strict parents dapat diartikan sebagai pola asuh orang tua yang sangat ketat. Keketatan ini merujuk pada penetapan aturan keluarga yang dianggap baik, namun seringkali hanya didasarkan pada keinginan atau perspektif orang tua tanpa melibatkan partisipasi atau keputusan anak, yang pada akhirnya mengarah pada perlakuan otoriter.
Dalam ranah ilmu psikologi, strict parents didefinisikan sebagai orang tua yang menetapkan permintaan dan standar yang sangat tinggi bagi anak-anak mereka. Pola asuh ini biasanya sangat menekankan kedisiplinan tingkat tinggi dalam membimbing anak-anak mereka.
Pola asuh strict parents memang bisa memiliki tujuan positif, seperti menjaga pergaulan dan melindungi anak-anak dari pengaruh negatif. Niat baik tersebut dapat tersampaikan dengan efektif dan diterima dengan baik oleh anak, asalkan dilakukan dengan cara pengasuhan yang tepat dan komunikasi yang terbuka antara orang tua dan anak. Pentingnya diskusi antara orang tua dan anak mengenai harapan serta aturan keluarga yang sehat akan mencegah pola asuh jatuh pada kategori otoriter. Ingin tahu lebih lanjut ciri-cirinya? Mari kita telaah poin-poin di bawah ini.
1. Tuntutan dan Aturan Ketat
Bagi orang tua yang menerapkan pola asuh strict parents, aturan yang ketat dianggap sebagai cara paling efektif untuk membentuk kedisiplinan pada anak. Mereka menuntut anak-anak patuh terhadap semua aturan yang telah dibuat, dan sebaliknya, pelanggaran akan berujung pada hukuman sesuai kesepakatan. Namun, menurut ilmu psikologi, pola asuh semacam ini kurang baik. Aturan ketat tanpa diimbangi dengan pembiasaan empati dan ruang berekspresi dapat membuat anak menjadi tertutup, cenderung berbohong, dan kesulitan dalam mengambil keputusan secara mandiri.
2. Harapan Tinggi kepada Anak
Strict parents memiliki keinginan kuat agar anak-anak mereka menjadi pribadi yang disiplin demi mencapai kesuksesan yang melampaui capaian orang tua sendiri. Namun, karena harapan yang terlalu tinggi, anak-anak bukan hanya merasa tertekan, tetapi juga bisa kehilangan fokus pada minat dan potensi yang sebenarnya ingin mereka kembangkan. Sebagai orang tua, menetapkan target untuk anak tentu diperbolehkan. Namun, penting untuk diingat bahwa cara terbaik adalah dengan menyesuaikan target tersebut dengan kemampuan anak dan, jika memungkinkan, memberikan teladan langsung. Tanpa adanya teladan nyata, anak akan menganggap aturan dan tuntutan orang tua hanyalah omong kosong belaka.
3. Orang Tua Merasa Selalu Benar
Salah satu ciri khas yang sering terlihat pada pola asuh strict parents adalah kecenderungan orang tua yang merasa selalu benar dibandingkan anak-anaknya. Mereka kerap sulit menerima masukan atau keluh kesah dari anak. Bagi mereka, metode didikan yang paling baik bersumber dari pandangan dan pengalaman pribadi orang tua, bukan dari keinginan atau kebutuhan anak.
4. Menghukum Jika Tidak Sesuai Aturan
Di tengah banyaknya aturan dan tuntutan yang tinggi, strict parents juga cenderung mudah menghukum anak-anak mereka jika tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan, karena mereka melihat segala sesuatu dari sudut pandang sendiri. Padahal, dalam konteks keluarga, orang tua seharusnya mampu memahami kebutuhan dan dinamika perasaan anak. Penting untuk diingat, anak membutuhkan sosok orang tua yang bisa menjadi “rumah” tempat mereka kembali saat merasa dijauhkan oleh orang lain. Jika orang tua terlalu mudah menghukum bahkan atas pelanggaran aturan kecil yang tidak disengaja, anak-anak akan mencari pelarian dan bisa saja terjerumus pada lingkungan atau orang yang tidak tepat.
5. Tidak Dekat dengan Anak
Ciri-ciri strict parents selanjutnya adalah adanya jurang pemisah emosional antara orang tua dan anak. Hal ini sering kita amati ketika pola asuh terlalu ketat dan penerapannya tidak tepat. Anak-anak cenderung merasa lebih nyaman berada di luar rumah dibandingkan harus terkekang dengan segala aturan keluarga. Mungkin saat masih kecil, anak-anak akan bersikap penurut. Namun, ketika beranjak dewasa, mereka kemungkinan besar akan memilih jalan mereka sendiri tanpa mempertimbangkan pendapat orang tua sedikit pun. Miris, bukan? Oleh karena itu, mulailah menciptakan ruang diskusi yang hangat di rumah. Dengarkan apa yang menjadi harapan anak-anak dari orang tua mereka, dan sebaliknya.
Demikianlah penjelasan mengenai arti strict parents dan ciri-cirinya. Terkadang, pola asuh yang keliru memang tidak disadari, namun dengan terus membaca dan belajar, kita akan mampu mengenali kebenaran atau kesalahan dalam praktik pengasuhan yang telah dilakukan. Semoga artikel ini dapat menjadi referensi dan solusi untuk mewaspadai serta menghindari pola asuh yang tidak tepat bagi tumbuh kembang anak.